SANDAL (Sebuah Cerpen)
SANDAL (Cerpen) By Ami Daria
PlanetCerpen.com - Sudah dua hari ini aku kedatangan saudara sepupu
dari Jakarta. Dia bernama Hengky. Dia pengusaha sukses yang tampan. Kalau
menurut prediksiku, Hengky yang tampan juga sukses, tentunya banyak cewek yang
naksir. Tapi entah kenapa pada usia yang menjelang 34 tahun dia belum juga
punya pendamping hidup. Yach…namanya juga belum ketemu jodoh.
Kedua anakku Rico dan Fero sangat senang atas
kedatangan Hengky. Karena saat pertama kali datang, mereka langsung dikasih
uang jajan masing-masing 100.000 rupiah. Untuk ukuran Rico yang masih duduk di
kelas IX dan Fero yang duduk di kelas VI,
sebegitu sangatlah banyak. Coba kalau mengumpulkan dari uang jajan
mereka yang kuberikan setiap hari, tentunya lama. Uang jajan Rico 7000 rupiah
sementara uang jajan Fero 5.000 rupiah. Sekitar dua minggu mereka baru dapat
mengumpulkan uang itu. Itupun dengan syarat, mereka tidak jajan sama sekali.
Suamiku, mas Bayu, sangat antusias menyambut
kedatangan Hengky. Dia tidak berangkat dagang agar dapat ngobrol banyak dengan
Hengky. Memang mas Bayu itu sangat ramah pada saudara-saudara. Makanya kalau
saudara datang, mereka menginapnya di rumahku. Bukannya di saudaraku yang lain.
Padahal kalau dilihat dari ekonomi keluarganya tidaklah berlebih, tapi juga
tidak masuk kategori miskin, yach….cukuplah.
Hari ini hari Jumat, saatnya bagi kaum muslim lelaki
untuk pergi sholat Jumat di masjid. Pulang sekolah Rico dan Fero langsung
mandi, siap-siap untuk sholat Jumat. Mas Bayu dan Hengky tidak ketinggalan juga
langsung mandi.
“Bu, sajadah yang hijau, yang masih baru itu
dimana?”Tanya Fero dari ruang tengah.
“Di lemari besar Dik. Cari aja. Satu tumpukan dengan sarung.”
Jawabku dari arah dapur.
“Udah ketemu, Bu…”Teriak Fero.
Fero memberikan sajadah itu pada Hengky.
“Makasih ya Dik Fero….pinter kamu….” Kata Hengky
sambil tersenyum lebar.
“Iya Om…sama-sama.”Jawab Fero, sangat senang.
Kalau Fero sibuk mencarikan sajadah, Rico justru
sibuk mencari sandal jepit biru miliknya.
“Bu, sandal jepit biru kemana, ya….?” Tanya Rico.
“Biasanya di rak sepatu. Buat apa?” Tanyaku masih
dari dapur.
“Nggak ada, bu…..”Teriak Rico.
“Cari sandal jepit, buat apa sih mas Rico?” Tanya
suamiku.
“Buat Om Hengky sholat Jumat, Yah…” Jawab Rico.
Aku beranjak mendekati mereka.
“Itu Om Hengky sudah ada sandal….ngapain juga mas
Rico cari sandal.” Tanyaku.
“Itu sandalnya terlalu bagus, bu…..” Jawab Rico.
“Betul betul betul. Terlalu bagus. Berbahaya.” Kata
Fero
“Laa…..pinjem sandal ibu saja, ya….Ada di depan,
kan?” kata Rico.
“Ayo Om….sandal Om yang bagus tinggal di rumah aja.
Om pakai sandal jepit punya ibu aja.” Kata Fero.
“Kenapa juga Om harus pakai sandal jepit?” Tanya
Hengky, tak mengerti.
“Jaga-jaga Om….jaga jaga….mencegah hal yang mungkin
terjadi.” Kata Rico.
“Betul. Kamu.
Pakai sandal jepit saja. Menjaga kemungkinan yang bisa saja terjadi. Ibu sandal
jepitnya di depan, kan?” Tanya suamiku.
“Itu kan sandal kamar mandi? Masa mau sholat Jumat,
bertemu orang banyak pakai sandal jelek begitu?” Kata Hengky
“Jangan mengejek kamu….”Kataku sambil tertawa geli.
.”Justru itu Om…pakai sandal yang jelek…biar
aman…”Kata Rico
“Lagian yang jelek kan sandal, letaknya di kaki. Tak
pengaruh ke wajahmu yang tampan itu lah…” Kata suamiku.
“Mas Bayu ini ada-ada saja.” Kata Hengky sambil tertawa.
“Aku terus terang aja ya, Om……takutnya kalau
sandal bagus. Takut hilang…” Kata Rico.
“Ya nggak lah…masa beribadah sambil mencuri sandal?”
Kata Hengky sambil tertawa.
Rico dan Fero saling pandang . Mereka terlihat
kecewa..
“Ya sudah yok. Kita berangkat. Semoga aja sandalnya
aman sampai rumah kembali…” Kata mas Bayu sambil melangkah keluar, diikuti yang lain.
Akhirnya mereka berempat pergi sholat Jumat. Tinggal
aku seorang diri yang menyiapkan makan siang. Pulang sholat Jumat nanti, mereka
bisa langsung menyantap makan siang. Masalahnya jam dua siang kereta yang
ditumpangi Hengky mau berangkat ke Jakarta. Aku siapkan makan siang. Ada sayur sop, ayam goreng, tempe goreng, tahu
goreng, sambal goreng ala lamongan, dan lalaban kemangi.
Kurang lebih empat puluh menit kemudian Rico dan
Fero sampai di rumah kembali. Mereka memberikan salam dengan suara yang keras.
Aku menjawabnya. Rico dan Fero tertawa geli.
“Kenapa? Kalian kok tertawa?” Tanyaku penasaran.
“Sandalnya om Hengky bu….” Kata Rico sambil tertawa.
“Kenapa sandalnya om Hengky?” Tanyaku.
“Dipinjam orang bu…” Gantian Fero yang menjawab.
“Makanya bu. Saat mau pulang om Hengky bingung…nggak
ada sandalnya…” Kata Rico
“Kenapa bingung? Minta aja sandalnya sama yang
pinjam..” Jawabku santai.
“Itulah masalahnya….om Hengky nggak tahu siapa yang
pinjam?” Jawab Fero tertawa lagi.
“Maksudnya?” Aku tak mengerti.
“Maksudnya, sandalnya om Hengky hilang bu….alias
lenyap…..” Kata Rico yang tak dapat menahan tawa.
“Haaa?? Hilang?” Aku tak percaya.
“Iya…..salah sendiri, tadi udah Eyang
bilangin….nggak mau juga….ya itulah akibatnya.” Kata Rico.
“Iya. Udah dibilangin Eyang Rico paranormal hebat,
kok nggak percaya…itulah akibatnya. “Kata Fero sambil tertawa geli.
Tak lama kemudian, Mas Bayu dan Hengky pulang.
“Sandal Hengky tak ketemu. Itu gantinya sandal
buntut.”Kata mas Bayu.
Fero dan Rico lari ke depan untuk melihat sandal
itu.
“Sandalnya masih bagusan punya ibu. Itu jelek
sekali.” Kata Fero.
“Om Hengky kok mau maunya sih, bawa pulang sandal
buntut begitu?” Tanya Rico.
“La….daripada kepanasan. Siang-siang begini,
aspalnya kan panas sekali.”Jawab Hengky.
“Lumayan…..daripada pulang nyeker…”Kataku menghibur.
“Aneh…bisa-bisanya sandal hilang di masjid? Lalu
tujuan mereka sholat itu untuk apa?” Kata Hengky heran.
“Itulah Heng…. Namanya orang, kadang tujuannya
beda-beda. Kita niatnya sholat. Orang lain niatnya mencari sandal yang
bagus….”Kata mas Bayu.
“Ya sudah….iklaskan aja….semua sudah terjadi.
Sekarang mari kita makan.”Kataku.
“Betul itu….”Kata Fero.
“Memang benar kata Rico. Ada pencuri sandal di masjid.
Heran….”Kata Hengky.
“Memang mas Rico hebat kok. Bisa menebak apa yang
akan terjadi.” Kata Fero.
Kami hanya tertawa. Aku mengajak mereka ke meja
makan.Kami segera makan siang. Selesai makan siang, Hengky berkemas-kemas. Mas
Bayu menyiapkan motor untuk mengantar ke Stasiun.
“Oh ya, mas Bayu, nanti mampir toko untuk beli
sandal dulu ya.” Kata Hengky.
“Beli sandal?” Tanya mas Bayu.
“Iya lah…masa aku mau nyeker begini…”Jawab Hengky
sambil tertawa.
“Sudah pakai sandalku saja. Coba Rico, ambilkan
sandal Ayah.”
Rico mengambil sandal mas Bayu di rak sepatu dan
menyerahkannya.
“Coba dipakai. Sepertinya pas.” Kata mas Bayu sambil
meletakkan sandal itu di sebelah kaki Hengky.
“Pas!”Kata Rico dan Fero bersamaan.
“Nggak usah Mas. Nanti beli aja di toko.”Jawab Hengky
sambil mengembalikan sandal itu.
“Nggak apa-apa. Ini pas. Mereknya juga sama
lho….bukan sandal kamar mandi….”Kata mas Bayu.
“Betul itu. Lagian kalau mampir ke toko dulu,
waktunya keburu, nggak?” Kataku.
Hengky tampak bimbang. Fero dan Rico saling pandang
sambil menahan senyum.
“Udah…pakai saja. Seperti sama siapa saja….”Kata mas
Bayu sambil memberikan sandal itu.
“Aku jadi nggak enak. Masa diganti punya Mas Bayu….”
Kata Hengky.
“Nggak apa-apa. Santai saja….”Jawab mas Bayu.
Akhirnya Hengky memakai sandal itu. Mas Bayu
mengantarnya ke stasiun. Kami mengantar mereka sampai halaman.
Saat masuk rumah kembali Rico dan Fero tertawa cekikikan.
“Yang dialami Ayah itu namanya apa, Bu? Senjata
makan tuan?” Tanya Fero
“Bukan Dik…senjata makan tuan itu, kalau mau mukul
orang dia sendiri yang kena pukul…”Kata Rico.
“Betul itu Mas Rico.” Jawabku
“Itu namanya, tidak makan nangkanya kena getahnya.
Betul kan, Bu?” Tanya Rico.
“Iya betul.” Jawabku lagi.
“Kasihan Ayah ya, Bu? Yang curi siapa? Yang menganti
Ayah. Coba…seandainya tadi om Hengky mau menuruti kata Eyang Rico….pasti nggak
begini jadinya.”Kata Fero.
“Memang. Tapi sudahlah, kita nggak perlu
berandai-andai untuk hal yang nggak mungkin terjadi.” Kataku
“Iya….semua sudah terjadi.”Kata Rico
Aku pulang dari arisan sudah ditunggu mas Bayu, Rico
dan Fero di teras.
“Aku punya Felling. Ibu dapat arisan. Betul itu?” Tanya
Rico.
Aku kaget.
Kok Rico tahu aku dapat arisan, dapat bocoran dari mana?
“Betul bu, kata Eyang Rico….”Tanya Fero
“Secara kebetulan, betul.” Jawabku.
“Yang benerrr…..Ibu, serius?” Tanya mas Bayu.
Aku hanya mengangguk tersenyum sambil mengeluarkan
uang dapat arisan, dari dalam dompet.
“Eng i eng….Ibu dapat arisan…:”Kataku sambil
menunjukan uang itu.
“Wah…..ternyata
indra keenam Eyang Rico top markotop…..”Kata Fero sambil tertawa senang.
“Dapatnya berapa, Bu?”Tanya mas Bayu.
“Dua jutaan.”Jawabku mantap.
“Bearti benar kata mas Rico….Ayah mau dapat duit
buat beli sandal baru….mana Bu duitnya, dua ratus ribu saja….”Kata mas Bayu
sambil mengeladahkan tangan.
“Lho! Kok minta duit sama, Ibu?”Tanyaku heran.
“Kan Ibu baru dapat duit banyak….”Jawab mas Bayu.
“Iya bu….kasihan Ayah nggak punya sandal. Lagian om
Hengky kan adik sepupu ibu. Jadinya Ibu harus ikut bertanggung jawab.” Kata
Rico
“Lho….kalau begini caranya, jadinya yang, tidak
makan nangkanya tapi kena getahnya, ya Ibu. Bukan Ayah….”Jawabku.
“Iya bu….nggak apa-apa. Namanya satu keluarga harus
saling tolong….”Kata mas Bayu.
Aku hanya geleng-geleng kepala sambil memberikan uang
seratus ribu pada mas Bayu.
“Kok Cuma seratus ribu? Tambahi seratus lagi…” Kata
mas Bayu.
“Enak aja. Memangnya ide memberikan sandal Ayah itu
ide siapa? Kok Ibu yang menanggung seorang diri….”Kataku sambil tertawa.
“La, ibu yang baru dapat rejeki nomplok.”Kata mas
Bayu
“Bagaimana kalau uang jajan kaliaan yang dikasih om
Hengky saja yang buat beli sandal?” Tanyaku
pada kedua anakku.
“Haa??Duitku udah buat beli pulsa dan kuota….masa
mau diminta kembali?”Kata Rico.
“Sama….ibu kok tega…baru bahagia sebentar aja. Mau
digagalkan.”Kata Fero
“Aduh…kasihan sekali….Ya udah…yang waras ngalah…”
Kataku sambil memberikan uang seratus lagi pada mas Bayu.
“Nah….begini dong….makasih bu……”Kata mas Bayu sambil
tertawa.
“Terus, dapat arisan ada acara makan-makan, nggak?”
Tanya Fero.
“Makan itu sandal baru Ayah….”Kata Rico sambil
tertawa.
“Aduh….kedatangan saudara ada nggak enaknya
juga…”Kata Fero sambil garuk garuk kepala.
“Ya udah….Besok ibu traktir ke pangkalan om Rosmono….”Kataku.
“Cihu….mau makan bakso…”Kata Fero gembira
“Asyik…..”Teriak Rico gembira.
Ya…akhirnya uangku dari dapat arisan, dipotong buat
beli sandal mas Bayu juga naktir mereka bakso. Tapi tak apa.Memang mas Bayu
kalau punya sandal Cuma satu. Dia akan beli sandal lagi kalau sandalnya sudah
rusak. Jadi karena sekarang tidak punya sandal, alah baiknya kalau buru-buru
beli. Siapa tahu tiba-tiba dapat undangan. Masa mau kondangan pakai sandal
jepit? Malu dong ah…..Biarlah kejadian ini sebagai pengalaman.bahwa kadang
orang lain yang kena musibah, kita yang di sekitarnya kena imbasnya juga.Tak
apa. Itulah kehidupan.
SELESAI
cerpenya bagus mbak ami..Suport terus.. sama2 hoby nulis dan bikin cerpen.
BalasHapusboleh dong sya pasang Cerpen di website mbak emi.. :D
Makasih.....kalau mas Hendra pingin cerpennya dimuat juga dikomentari, coba aja deftar di JPI (Jaringan Penulis Indonesia)
HapusMaaf mas Hendar...tadi salah menempatkan huruf R-nya....berani-beraninya aku ganti nama...harusnya kan bikin nasi kuning.....hehehe Sory,ya......
Hapus