PRASANGKA (Sebuah Cerpen) By Ami Daria
PRASANGKA
(Sebuah Cerpen)By Ami Daria
PlanetCerpen.com - Setelah lulus STM aku bekerja di pabrik perakitan
motor, di Cikarang. Aku kost
sekamar berdua dengan Wawan, teman
sekampung yang bekerja di pabrik sepatu. Dia itu orangnya tampan, tinggi atlentis dan kulitnya bersih. Dia cocok kalau
jadi bintang iklan atau pemain sinetron. Tidaklah aneh kalau dia punya banyak pacar, karena dia jadi idola para
cewek. Hal itu membuatnya menjadi sombong dan menganggap setiap perempuan yang mengenalnya akan jatuh cinta padanya.
Kos-kosanku
berbentuk rumah yang terdiri dari
empat belas kamar. Yang delapan
kamar saling berhadapan, dibatasi ruang tengah kost, berpenghuni
laki-laki. Di ruang tengah ini, anak-anak kost sering ngobrol-ngobrol,
bersantai ria.
Anak kost perempuan menghuni enam kamar yang menghadap keluar, yaitu dua menghadap ke depan, empat menghadap
kesamping rumah, berhadapan dengan rumah pemilik kost-kostsan. Kata pemilik kostsan,
agar lebih gampang mengawasi bila ada anak kost yang membawa masuk tamu
laki-laki.
Walau penghuni kost ada
laki-laki dan perempuan tetapi kami hidup rukun saling menghargai. Untuk kamar
mandi semua ada lima, yang letaknya berjajar. Dapur dan tempat cuci baju juga
tempat jemuran dijadikan satu.
Semua kamar kost sudah penuh. Aku dan Wawan menempati
kamar yang dipojok. Sebelah kamarku diisi dua orang, yaitu mas Heru
dan mas Lukman , yang bekerja sebagai sales. Semua kamar baik yang untuk
laki-laki maupun untuk perempuan diisi dua orang. Hanya satu kamar yang diisi
sendiri. Yaitu mbak Indri yang bekerja sebagai pimpinan gudang di pabrik garmen yang cukup besar.
Mbak Indri
ini sudah cukup dewasa, tapi belum punya pacar, buktinya kalau malam Minggu
tidak ada yang berkunjung. Dia sering ke ruang tengah ngobrol-ngobrol dengan
penghuni lain yang masih jomblo. Dari dua puluh tujuh penghuni, yang ngobrol di
ruang tengah ada lima belas kadang enam belas, jadi yang masih jomblo lebih
banyak daripada yang sudah punya pacar.
Rata-rata usia penghuni kost 22-26 tahun. Hanya mbak Indri, mas Heru dan mas
Lukman yang sudah dewasa, usianya mencapai 27 tahun, sedangkan aku dan
Wawan paling muda, berusia 19 tahun.
Mbak Indri
orangnya cantik, tinggi semampai dan cerdas. Tentunya banyak cowok yang
suka sama dia. Tapi kok belum punya
pacar? Rasanya aneh. Mungkin dia terlalu pemilih. Sebagai cewek cantik dan
punya jabatan yang lumayan tinggi, tentunya standar kiteria cowok yang
diidolakan juga cukup tinggi.
Hari ini hari Minggu. Aku bangun kesiangan. Bangun
tidur langsung ketempat wudhu yang juga tempat mencuci.Kulihat mbak Indri
sedang mencuci baju. Dia menertawakanku yang kesiangan sholat subuh. Habis
wudhu aku hanya tertawa sambil berlari ke kamar untuk sholat subuh.
Selesai sholat subuh aku ke tempat cuci untuk mencuci
bajuku. Kulihat mas Heru sedang jongkok sambil ngobrol, menunggui mbak Indri
yang sedang mencuci baju.
“Hari ini mbak Indri ada acara, nggak?”Tanya mas Heru.
“Ada...cuci baju, nanti masak, terus kalau cucian
udah kering nanti di setrika...wah...acaraku penuh.”Jawab mbak Indri sambil
tertawa.
“Maksudku kalau mbak Indri nggak ada acara, aku
pingin ajak jalan-jalan sambil makan di luar.....”Kata mas Heru terdengar
hati-hati.
“Wah...jalan jalan terus capek. Di tempat kerja aku
udah jalan melulu. Sekarang pinginnya duduk santai, ngemil sambil nonton
TV.”Jawab mbak Indri.
“Mbak Indri....mumpung libur mbok
reflesing......jalan-jalan menghilangkan suntuk gitu lho....”Kata mas Heru
lagi.
“Bagiku nonton TV sambil ngemil dan ngobrol sama
temen-temen, itu udah reflesing....kalau capek tinggal tidur...”Jawab mbak Indri.
“Betul kata mas Heru.....sekali-kali mbak Indri
jalan-jalan...reflesing.....”Kataku.
“Nah....dengar kata Adit....dia sependapat denganku
lho mbak Indri....”Kata mas Heru
semangat.
“Tahu apa Adit, dia kan anak kemarin sore...”Jawab mbak
Indri sambil tertawa.
“Waduh! Masa
aku udah gede udah kerja, dikatakan anak kemarin sore...?”Kataku protes.
“lagian...tahu apa kamu masalah reflesing? Itu kan
masalah hati. Udahlah, aku mau jemur baju....udah Adit...kalau mau cuci
baju....”Kata mbak Indri sambil membawa keluar cuciannya.
Mas Heru pergi dengan wajah kecewa. Aku menyusul mbak
Indri ke tempat jemuran.
“Mbak, diajak jalan-jalan mas Heru, kenapa nggak
mau?” Tanyaku.
“Males.”Jawab mbak Indri santai.
“Malas kenapa? Mas Heru kan pingin pedekate sama
mbak....”
“Justru itu....karena gelagatnya dia ada sesuatu
itu, yang membuatku menjaga jarak.”
“Lho! Kenapa?”
“Ya....nggak suka aja. Dia kan bukan tipeku.”Jawab mbak
Indri santai.
“lho..mbak kan belum mengenal dia secara lebih
jauh...kok bisa nggak suka....?”
“Dari kehidupan sehari-hari aku kan bisa menilai,
orang seperti apa dia...Udahlah. Kok kamu ngurusi hal nggak penting begini,
sih?”
“Maksudku kan...biar mbak Indri membuka hati buat
cowok....”
Mbak Indri cuma tertawa geli sambil pergi membawa
ember yang sudah kosong.
Selama ini aku sering memperhatikan berbagai cara
yang dilakukan mas Heru dan mas Lukman untuk menarik hati mbak Indri. Tetapi
semuanya tidak direspon. Aku benar-benar tak mengerti dengan pola berpikir mbak
Indri. Kok begitu cueknya pada
segala jerih payah mereka. Justru mbak Indri malah memberi perhatian
lebih padaku dan Wawan. Katanya sih...karena kami berdua paling muda diantara
penghuni kost yang lain. Usia kami 19
tahun. Maklum baru lulus SMA. Perhatian mbak Indri terhadap kami seperti pada
adiknya sendiri. Kadang kami berdua diajak makan pecel lele di rumah makan
langganannya. Malah saat pagi-pagi aku disiram air sabun sama Wawan, sebagai
ucapan ulang tahun, siangnya mbak Indri membelikan kemeja, katanya buat hadiah
ulang tahun. Begitu juga saat Wawan yang ulang tahun.
Aku duduk di tengah pintu kamar mbak Indri. Kami
ngobrol sambil ngemil dan nonton TV. Cara reflesing murah meriah, kata mbak
Indri waktu memberi alasan menolak ajakan jalan-jalan mas Heru. Dan memang
benar. obrolan kami mengasyikan juga.
Wawan datang dan ikut bergabung dengan kami.
“Katanya mau jalan-jalan? Kok sebentar doang?”
Tanyaku.
“Males.”Jawab Wawan lesu.
“Tadi waktu mau berangkat semangat banget, kok
sekarang tampak lesu. Kenapa?” Tanyaku penasaran.
“Aku habis putus sama Lisa....”Jawab Wawan.
“Kenapa putus?”Tanyaku.
“Dia menduakan aku...ya sakit hati lah....”
“Lho...kenapa sakit hati? Bukannya kamu juga sering
mendua?” Tanyaku lagi.
“Ya beda lah....aku kan cowok...ya wajar kalau
mendua. Namanya juga cowok idola...iya kan mbak.....”
“Betul itu. Kamu mendua wajar...jadi kalau cewekmu
mendua juga wajar. Jadi buaya ketemu kadal. Iya, kan Adit.” Kata mbak
Indri sambil tertawa geli.
“Setuju setuju.....!”Jawabku penuh semangat.
“Semangat banget...kamu senang ya, kalau aku putus?”
“Iya enggak lah...emang apa untungnya buatku? Aku cuma senang kamu ikut merasakan apa yang
dirasakan cewek-cewek itu...”Kataku.
“Oh...jadi ceritanya Wawan play boy kelas teri,
nih...”Kata mbak Indri.
“Iya mbak. Play boy kena batunya...”Jawabku.
“Play boy itu pantang patah hati. Putus satu tumbuh
seribu....”Kata mbak Indri
Kulihat Wawan cuma tersenyum tipis.
Kulihat di kamar Wawan sedang otak atik hp sambil
senyum-senyum.
“Dari tadi kok senyum-senyum sendiri. Kehabisan
obat?” Tanyaku usil.
“Apaan? Emangnya aku orang gila?” Tanya Wawan marah.
“Habis senyum senyum sendiri....”Jawabku.
“Aku itu membayangkan, seandainya aku pacaran sama
mbak Indri, kayaknya asyik juga...”
“Apa maksudmu?” Tanyaku kaget.
“Apa maksudmu?” Tanyaku kaget.
“Kenapa? Nggak ada larangan kalau orang pacaran
tuaan yang cewek, kan?”
“Ya nggak ada...terserah yang menjalani....Memangnya
kamu suka sama mbak Indri?”
“Kalau dikatakan suka sih....enggak...Tapi kayaknya
mbak Indri yang suka sama aku.”
“Kok kamu bisa begitu yakin?” Tanyaku heran.
“Dari gelagatnya kan beda....”Kata Wawan penuh
percaya diri.
“Kalau menurutku sikap mbak Indri sama kamu biasa
biasa saja. Sama seperti sikapnya terhadapku.”
“Wah...kamu nggak tahu....” Kata Wawan tertawa
sambil mendorongku.
Wawan keluar. Paling-paling akan menemui mbak Indri.
Memang sejak putus dengan Lisa,Wawan jadi sering ngobrol dengan mbak Indri, tapi setahuku mbak Indri sering menasehti Wawan agar lebih memikirkan masa depannya. Jangan hanya memikirkan cewek. Ya, nasehat seorang kakak terhadap adiknya. Tapi Wawan kok malah merasa kalau mbak Indri naksir dirinya? Heran. Kenapa dia bisa menyimpulkan seperti itu? Kalau menurutku dia terlalu Gr
atas kebaikan mbak Indri selama ini. Kebaikan mbak Indri terhadapnya sama
dengan kebaikan padaku. Kenapa dia merasa diistimewakan?
“Halllooo.....”Kata Wawan yang tiba-tiba sudah
nongol dari balik pintu.
“Hallloo....kok nadanya seperti banci...” Kataku
sambil tertawa
“Ngejek kamu. Eh, besok aku diajak jalan sama mbak
Indri.....katanya dia mau beli buku. Waduh...buku...sebenarnya itu bukan
bidangku. Tapi bagaimana lagi. Mau menolak, takut mbak Indri kecewa.”
“Ya...bilang saja kamu ada acara...sudah janjian
sama siapa gitu....”Kataku memberi solusi.
“Sudah kubilang, aku nggak mau mengecewakan dia....”
“Ya sudah...met jalan jalan saja.....”
Yang aku tahu, memang mbak Indri suka baca buku. Dia
sering membeli buku. Tidak seperti cewek pada umumnya yang sukanya beli baju,
sepatu, atau tas mahal. Cuma herannya, kenapa mbak Indri mengajak Wawan?
Tentunya dia kan tahu, kalau Wawan tidak suka baca buku. Wawan kan lebih suka
beli kaos atau kemeja atau bahkan tas mahal. Tapi biarlah....mungkin itu cara
mbak Indri agar bisa jalan jalan berdua dengan Wawan. ,Mungkin benar kalau mbak
Indri naksir Wawan. Wawan kan tampan.....tinggi
atlentis idaman setiap cewek, termasuk mbak Indri.
Wawan pulang. Dia begitu gembira menceritakan
pengalaman jalan-jalan bareng mbak Indri.
Diajak makan di restoran. Dibelikan jam tangan mahal. Wawan semakin
yakin kalau mbak Indri menyukainya. Mau tidak mau aku juga setuju dengan
keyakinan Wawan.
Pagi-pagi kulihat Wawan mengigil kedinginan. Aku
bingung. Akhirnya aku mengetuk kamar mbak Indri memberitahu keadaan Wawan. Mbak
Indri langsung mengantar Wawan ke dokter. Setelah Wawan sarapan dan minum obat.
Mbak Indri siap-siap berangkat kerja. Kok mbak Indri perhatian banget sama
Wawan, ya? Apa memang mbak Indri suka sama Wawan?
Ternyata tanda tanya itu juga ada dalam benak mas Heru dan mas Lukman. Mereka curiga kalau kalau mbak Indri ada rasa yang lain terhadap Wawan. Buktinya saat Wawan sakit, mbak Indrilah yang paling perhatian, membawa ke dokter segala. Dan Wawan bukannya berterima kasih, menghormati selayaknya adik terhadap kakak, tapi malah menganggap mbak Indri naksir padanya. Dan kalau memang benar, Wawan merasa itu tidaklah pantas. Mbak Indri terlalu tua untuknya. Namun Wawan juga tidak berani menolaknya, takut mbak Indri tersinggung. Lagipula bagi Wawan itu kebetulan juga, mbak Indri kan tajir...bisa diporoti. Bagiku pendapatnya yang terakhir ini sangatlah kejam.
Aku tidak bisa diam dengan pendapat Wawan terhadap perasaan mbak Indri. Aku mengatakan bahwa mbak Indri tidak naksir padanya. Mbak Indri hanya menyayanginya selayaknya adik. Tapi dia hanya menjibir, malah dengan yakinnya mengatakan kalau aku iri karena perhatian mbak Indri lebih besar padanya daripada padaku.
Hari ini hari Minggu. Kulihat di ruang tengah Wawan
sedang ngobrol dengan mas Heru dan mas Lukman. Aku ikut nimbrung sambil membawa
segelas kopi.
“Hem...aroma kopinya sangat sedap.....”Kata mas Heru
“Mas Heru mau? Aku buatkan, ya?” Tanyaku.
“Nggak usah....tadi sudah buat belum habis. Itu
gelasnya masih di kamar.” Jawab mas Heru.
“Kamu nanti mau jalan-jalan, Wan?” Tanya mas Lukman.
“Tergantung, ada yang mengajak atau enggak....”Jawab
Wawan santai.
“Sekarang
Wawan jadi anak mas si gunung
es....”Kata mas Heru sambil tertawa geli.
“Iya...ternyata seleranya berondong.....biar awet
muda.....” Kata mas Lukman sambil tertawa geli.
Mereka
bertiga tertawa geli.
“Apa maksud kalian?” Tanyaku tersinggung.
“Kok kamu kelihatan sewot begitu, Adit. Aneh....”
Kata mas Heru sambil tertawa geli.
“Aku tahu siapa yang mas Heru maksud...tapi kupikir
mbak Indri nggak separah itu.” Kataku.
“Kita bicara berdasarkan fakta. Bukan yang
lain....”Kata mas Heru lagi.
"Fakta apa? Mbak Indri itu menyayangi Wawan selayaknya kakak terhadap adik...jangan gr kamu, Wan...." Kataku emosi.
"Siapa yang gr? Aku kan sudah dewasa, sudah bisa membedakan mana yang sayang perempuan terhadap laki-laki dan mana rasa sayang kakak terhadap adik...."Kata Wawan sambil tersenyum sinis.
"Lagian kamu kenapa sih, Adit? Kok getol banget membela Indri? jangan jangan...."Kata mas Heru sambil tertawa.
“Hiits......! Orangnya kesini...." Kata mas
Lukman sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir.
Kulihat mbak Indri datang sambil membawa sepiring
gorengan. Mbak Indri tampak begitu segar dengan dandanan sederhana. Setelan
baju tidur warna pink dengan bawahannya celana panjang.
“Monggo dicicipi.....”Kata mbak Indri sambil
meletakan piring itu dihadapan kami.
“Wah......sedap sekali....pagi-pagi makan gorengan
dan minum kopi....makasih mbak....” Kataku.
Kami semua mengucapkan terima kasih atas
gorengannya, dan langsung menyantapnya. Mbak Indri tersenyum manis dan duduk
disebelahku.
“Ini mbak yang bikin?” Tanya Wawan sambil makan
gorengannya.
“Bukan. Tadi beli didepan....” Jawab mbak Indri.
“Hari ini mau jalan-jalan kemana, mbak?” Tanya mas
Lukman.
“Enggak....biasa...di rumah aja. Nonton TV sambil
ngemil....Adit ada acara, nggak?” Tanya mbak Indri.
“Enggak mbak....kenapa mbak?” Tanyaku kaget. Aku
sama sekali tak menduga kalau mbak Indri mau menanyakan itu.
“Kalau Adit nggak ada acara, nanti kita
ngobrol-ngobrol......”Kata mbak Indri santai.
Kulihat mas Heru dan mas Lukman melirik Wawan sambil
mengedipkan mata, dan Wawan menanggapi hal itu sambil tersenyum geli. Apa
maksud mereka?
“Ya udah...aku mau ke kamar dulu...silahkan
gorengannya disantap, ya...”Kata Indri sambil melangkah pergi.
“Iya mbak.....makasih....”Jawab kami bebarengan.
“Kok yang diajak ngobrol Adit...? Bukan kamu...?”
Tanya mas Heru heran
“Mungkin dia mau tanya tanya sama Adit, mengenai apa
dan siapa Wawan itu, udah punya pacar apa belum? Dan lain sebagainya....”Kata mas Lukman.
“Betul betul...menyelidiki....”Kata mas Heru
menambahkan.
Mereka bertiga tertawa geli.
“Aku benar-benar nggak nyangka, kalau selera dia
berondong.....”Kata mas Lukman sambil geleng-geleng kepala.
“Aku juga benar benar nggak nyangka kalau kalian
bertiga suka ngomong dibelakang.....” Kataku kecewa.
“Perasaan dari tadi kamu kok membela dia terus.
Kenapa?” Tanya mas Lukman lagi.
“Aku nggak membela. Aku cuma nggak iklas kalau orang
sebaik mbak Indri menjadi bahan tertawaan kalian bertiga....” Kataku.
“Lha memang dia pantas menjadi bahan tertawaan. Dia
itu munafik. Tahu, nggak?” Kata mas Lukmaan.
“Iya...tiap kali aku ajak jalan-jalan, ya...maksud
hati pendekate....ee..dia menolak. Lha kok malah jalan-jalan sama Wawan...aneh,
kan?” Kata mas Heru.
“Jalan-jalan sama Wawan kan layaknya kakak adik....”
Kataku.
“Betul, Wan? Layaknya kakak adik....” Tanya mas
Heru.
“Aduh....gimana, ya....Aku bingung....nanti aku
salah menyimpulkan...” Kata Wawan sambil cengar cengir.....
“Wawan yang lebih tahu Adit...Wawan yang
menjalani....bukan kamu....” Kata mas Heru lagi.
“Begini saja Wan....coba kamu kasih bukti pada Adit,
kalau mbak Indri memang mengistimewakan kamu.” Kata mas Lukman.
“Caranya...?” Tanya Wawan tak mengerti.
“Yaa...mungkin kamu bisa minta sesuatu...kalau dia
memang cintrong, kan kamu pasti dibelikan. Iya, nggak....?” Kata mas Lukman.
“Oh begitu....kecil...dulu aku pernah dibelikan jam
tangan mahal. Pernah juga dibelikan kaos. Kalau sekarang minta apa, ya...?”
Kata Wawan sambil berpikir keras.
“Hp. Katanya kamu pingin hp yang ada di iklan
itu....”Kata mas Lukman memberikan ide.
“Betul itu....aku yakin 100 persen, pasti
dibelikan.” Kata mas Heru menyambung.
“Oke...survei membuktikan.....” Kata Wawan dengan
pdnya.
“Sudahlah....lama kelamaan pembicaraan kalian makin
nggak karuan....”Kataku sambil ngeloyor pergi membawa kopi yang tinggal
separuh.
Mereka bertiga tertawa sambil menunjuk padaku.
Terlihat sekali mereka kompak. Yang aku herankan itu sikap Wawan. Kenapa dia
begitu yakin kalau mbak Indri naksir? Kalau menurutku, kebaikan mbak Indri selama
ini terhadap Wawan layaknya kebaikan seorang kakak terhadap adik. Apa karena
Wawan seorang play boy, jadi selalu menganggap kebaikan seseorang karena naksir
padanya? Entahlah.....
Habis tidur siang aku bangun menuju ke ruang tengah.
Kosong. Pada kemana penghuni yang lain? Wawan juga pergi entah kemana? Mas Heru
dan mas Lukman juga lenyap. Kamar kamar kost banyak yang terkunci rapat. Oh ya,
bukankah tadi pagi mbak Indri bilang kalau dia ingin ngobrol-ngobrol denganku?
Coba aku ke kamarnya, ah....
Aku melintas di depan kamar mbak Indri. Kok tertutup? Mau ketuk pintu tidak enak. Takut masih istirahat, alias tidur siang. Hem....aku punya ide. Aku bersenandung sambil bolak-balik di depan kamar mbak Indri. Hup! Ide jitu! Mbak Indri membuka pintu kamarnya.
“He Adit. Dari tadi kemana aja....?” Kata mbak Indri
sambil membuka pintunya lebar-lebar.
“Tidur siang mbak...semalam begadang, ngobrol sama
anak-anak jadinya ngantuk.” Kataku sambil duduk di tengah pintu.
Kulihat mbak Indri sedang menyetrikan. Banyak juga setrikaannya.
"Setrikaan mbak banyak juga...jadi nggak sempat
jalan jalan dong....”
“Jalan-jalan
itu tergantung niat. Kalau aku berniat ingin jalan-jalan, semua bisa
diatur...”Kata mbak Indri masih sambil menyetrika.
“Iya sih...Jadi dari tadi mbak di kostan saja?”
“Iya...tadi tidur siang sebentar. Bangun tidur
cucian udah kering, ya disetrika. Wawan kemana?”
“Kupikir jalan-jalan sama mbak....”
Mbak Indri tertawa geli. “Kadang muka sama sifat
belum tentu sama ya, Dit?”
“Memang siapa mbak, yang mukanya sama?”
“Ada deh.
Tapi sifat itu kan tergantung dari bibitnya juga, ya....kalau bibitnya playboy,
keturunannya juga playboy....” Mbak Indri seperti bicara pada diri sendiri.
“Betul itu mbak. Seperti aku, keturunan dari
keluarga sederhana, ayah ibuku nggak suka jalan-jalan, aku juga nggak
suka.....tapi mungkin itu karena aku bokek juga deng....”Kataku tertawa geli.
“Tapi memang kalau aku perhatikan kamu jarang jalan
jalan kok...”
“Ya itu tadi...karena aku bokek...”Kataku lagi.
Mbak Indri hanya tertawa. “Kamu nggak jalan-jalan
sama Wawan?”
“Ya enggak lah mbak......selera kami kan
beda.....”Kataku’
“Iya...dia kan sukanya jalan sama cewek....”
Kalau aku tidak salah menyimpulkan ada nada cemburu dari suaranya.
“Makanya kupikir jalan sama mbak....mbak kan cewek
juga....”Kataku hati-hati.
“Aku kalau hari Minggu nggak suka jalan jalan Adit...aku
lebih suka di kost....ya begini...Lagian kenapa kamu menyimpulkan aku jalan sama
Wawan?” Tanya mbak Indri heran.
“Ya siapa tahu.....” Jawabku salah tingkah.
Akhirnya kami ngobrol tanpa ujung pangkalnya. Aku
mau tanya perasaan mbak Indri terhadap Wawan rasanya kurang etis.
Secara berlahan arah pembicaraan kami mengarah ke
masa depan. Maksudnya mbak Indri lebih mendominan pembicaraan dengan lebih
banyak menasehatiku agar lebih memikirkan masa depan daripada senang-senang
sesaat. Mbak Indri juga menawarkan agar aku sering membaca buku. Malah dia
menawarkan agar aku membaca beberapa buku miliknya. Memang dia hobby baca. Ada
rak buku susun tujuh yang dipenuhi berbagai macam buku. Mungkinkah seorang kutu
buku jatuh cinta pada playboy kelas teri yang sukanya mejeng jual tampang
semacam Wawan? Rasanya imposible. Tapi hati orang siapa yang tahu? Dalamnya
lautan bisa diukur dalamnya hati orang, siapa yang tahu......??
Sudah seminggu ini mbak Indri sering pulang malam.
Mungkin dia melembur.Wawan jadi jarang ngobrol sama mbak Indri. Dia malah sibuk
pendekate dengan cewek baru, baru seminggu diterima di tempat kerja Wawan. Tapi
saat mas Heru dan mas Lukman menanyakan masalah permintaan minta dibelikan hp
sama mbak Indri, dengan penuh percaya diri Wawan bilang, kita lihat saja
nanti.....Wawan begitu yakin kalau uang lemburan mbak Indri mau buat beli hp
permintaannya. Weleh weleh pd sekali.........
Hari Minggu pagi kulihat kamar mbak Indri terkunci.
Mbak Indri pergi kemana? Kutanyakan pada
Wawan, dia tak tahu. Mas Heru dan mas Lukman juga tidak tahu. Tidak ada yang
tahu. Saat kulihat ke tempat jemuran. Cucian mbak Indri sudah terjemur disitu.
Berarti dia mencuci pagi-pagi sekali. Terus sekarang pergi. Pergi kemana?
Karena tidak tahu kemana perginya mbak Indri,
gantian Wawan yang jadi bulan bulanan mas Heru dan mas Lukman. Tapi Wawan hanya
berdalih kalau mbak Indri hanya jadi ban serep. Aku benar-benar marah dengan perkataan Wawan yang tidak etis itu. Hampir saja aku
menonjok mukanya kalau tidak keburu tanganku dipegangi anak kost yang lain. Aku
memarahi Wawan habis-habisan. Tapi Wawan hanya cengar cengir. Disitu penghuni
yang lain juga ada yang membelaku.
Ternyata sebagian besar sependapat denganku.
Khususnya yang perempuan. Dimata mereka, mbak Indri adalah sosok keibuan, mandiri dan selalu siap membantu.
Mbak Indri sering jadi tempat curhat mereka. Juga tempat pinjam uang bila
mereka kehabisan uang. Justru mereka tidak suka pada mas Heru dan mas Lukman
yang playboy. Ada juga diantara mereka yang dirayu agar mau jadi pacarnya.
Oalah...ternyata mereka berdua playboy kelas teri.
Wawan, mas Heru dan mas Lukman tersudut. Hanya tiga
anak kost yang mendukung mereka.Ternyata tiga anak kost yang semuanya laki-laki
itu juga ada rasa sama mbak Indri. Pantas saja mbak Indri dijuluki gunung es.
Ternyata secara halus sering menolak
ajakan jalan mereka. Mereka berpikir, inilah saatnya melampiaskan sakit
hatinya.
Habis isya kami penghuni kost duduk duduk di rung
tengah. Kami seperti menunggu kepulangan mbak Indri. Benar juga mbak Indri
pulang diantar lelaki perlente berwajah
tampan.
“Assalamu’alaikum semua...Kok pada kumpul disini?”
Mbak Indri menyapa kami semua.
Secara serentak kami menjawab salam itu.
“Siapa ini mbak...? Kenalin dong...?”Kataku meledek
mbak Indri.
“Oh ini....ini mas Wibowo, tunanganku. Ayo mas
kenalan sama mereka”
Lelaki yang dipanggil mas Wibowo itu bersalaman
dengan kami semua.
Saat bersalaman dengan Wawan dia menatap wajah Wawan
lekat-lekat. “Lho! Kamu kok ada disini?” Mas Wibowo sangat kaget.
Mbak Indri tertawa geli. “Pasti mas Bowo menyangka
ini Agil...iya, kan?”
“Memang Agil, kan??”
Mbak Indri tertawa geli sambil geleng-geleng kepala.
“Tanya aja sama dia, siapa namanya?”
“Siapa namanu?” Tanya mas Wibowo penasaran.
“Wawan mas....”
“Bukan Agil...? Tapi kok mirip banget?” Kata mas
Wibowo sambil mengeluarkan hp dari saku celananya.
“Mirip sama siapa, mas?” Tanyaku penasaran.
“Ini lihat.....”Kata mas Wibowo sambil menunjukan
foto di hpnya.
Aku memandang lekat-lekat foto dalam hp itu. Memang
sangat mirip dengan Wawan.
“Ini memang Wawan, kan...?” Tanyaku penasaran.
“Bukan. Itu Agil.....adik bungsuku. Dia memang
sangat mirip dengan Wawan. Makanya kadang aku menyayangi Wawan seperti sama
adik sendiri...masalah ya itu....sangat mirip....” Kata mbak Indri, membuat
kami semua kaget.
“Itu kan....mbak Indri sayang kamu karena kamu mirip
sama adiknya....”Kataku pada Wawan. Wawan terlihat salah tingkah.
Kami semua saling pandang. Aku sengaja memandang
tajam pada mas Heru dan mas Lukman.
Mereka terlihat salah tingkah juga.Setelah itu sambil menunggu mbak Indri mandi, Mas Wibowo ngobrol-ngobrol dengan kami. Dari obrolan itu
kami jadi tahu. Bahwa pertunangan mas Wibowo dan mbak Indri sudah berjalan dua
tahun. Selama dua tahun ini mas Wibowo dapat beasiswa kuliah di luar negeri.
Sekarang sudah kembali ke Indonesia. Mereka akan menikah, setelah itu mbak
Indri akan diboyong ke Bandung, kota tempat kerja mas Wibowo.
Sore hari mas Wibowo sudah menjemput mbak Indri,
yang baru pulang dari kerjanya. Mbak
Indri pamitan pada kami semua. Dia sudah mengkemasi semua barangnya. Ternyata
dia keluar dari kost. Semua penghuni
kost mengantar mbak Indri sampai teras kost.
“Terima kasih semuanya, ya...oh ya...Aku punya buku
untuk adik kesayanganku....”Kata mbak Indri sambil mengambil buku dari dalam
tas.
Kulirik Wawan tersenyum sinis. Mbak Indri mendekati aku dan Wawan yang berdiri bersebelahan
“Ini buat kamu...”Kata mbak Indri menyodorkan buku
itu padaku.
“Untuk aku, mbak?” Tanyaku tak percaya.
Kulirik Wawan terlihat kaget.
“Iya untuk kamu. Memangnya kamu pikir untuk siapa?”
Tanya mbak Indri.
“Kupikir untuk Wawan....”Kataku pelan.
“Wawan dikasih buku? Nanti djual ke tukang
rongsok...”Kata mbak Indri sambil tertawa geli. “Rawat baik-baik buku ini, ya.”
Kata mbak Indri padaku
“Iya mbak...terima kasih banyak...” Kataku terharu.
“Jadi Wawan nggak suka baca buku?” Tanya mas Wibowo
heran.
“Enggak....dia senengnya shoping......”Jawab mbak
Indri.
“Kupikir hobynya sama dengan Agil...wajah mereka kan
mirip...”Kata mas Wibowo.
“Wajah mirip nggak menjamin punya hoby yang sama,
mas.....Malah mereka sangat bertolak belakang.....”Kata mbak Indri masih sambil
tertawa.
“Kok bisa, ya...” Kata Mas Wibowo keheranan.
“Ya bisa aja....apalagi mereka bukan saudara, nggak
ada hubungan darah...bibitnya kan beda.....”Kata mbak Indri.
Setelah itu mbak Indri salaman dengan kami semua.
Minta maaf jika ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Sebaliknya kami juga melakukan hal yang sama. Aku merasa sangat kehilangan, tidak
menduga sama sekali kalau tiba-tiba mbak Indri mau keluar dari kos juga tempat kerja. Selama ini mbak Indri
tidak pernah cerita apapun tentang dirinya. Justru aku yang sibuk cerita. Mbak
Indri hanya sebagai pendengar yang baik.Malu aku, selama ini aku menganjurkan
pada mbak Indri agar membuka hatinya pada cowok. Ternyata.......
Setelah mbak Indri jauh, aku segera mengojlok Wawan.
“Bagaimana, Wan? Ternyata kamu terlalu gr,
ya....mbak Indri sama sekali nggak naksir kamu. Malunya diriku....”Kataku
sambil tertawa geli.
“Pantas saja dia selalu menolak kalau aku ajak
jalan. Ternyata sudah tunangan??” Kata mas Heru menyesal.
“Iya ya, selama ini kita salah sangka....aku malah
sudah menuduh dia suka daun muda suka berondong....”Kata mas Lukman.
“Dia lebih menyayangimu Adit. Buktinya dia memberimu
buku.....”Kata mas Heru.
“Mungkin karena aku suka baca. Oh ya Wan, kamu sudah
dibelikan hp?” Tanyaku sambil tertawa geli..
Wawan hanya diam terpaku. Aku membuka-buka buku
pemberian mbak Indri. Tiba-tiba ada lembaran kecil yang jatuh. Aku segera
memungut dan membacanya.“Kok bisa-bisanya Wawan minta dibelikan hp. Emangnya
dia siapaku? Agil adik kandungku saja nggak berani minta dibelikan hp, kok
Wawan bisa minta....aneh sekali. Saraf dia...”
Aku tertawa geli sambil
memberikan kertas itu pada yang lain.
Mereka membaca tulisan itu secara bergantian.
Wawan
pergi ke kamarnya diiringi tawa geli kami
semua. Aku mengikuti Wawan dan mengintipnya. Terlihat Wawan sedang tidur
tengkurep sambil menangis. Teman-teman ikut mengintip Wawan.
“Hist...! Biarkan dia sendiri. Biarkan dia merenungi
prasangkanya pada mbak Indri...”Kataku berbisik ke teman-teman.
Kami segera meninggalkan Wawan menangis sendiri.
Entah apa yang ada dalam pikirannya. Akupun tak tahu.......
Belum ada Komentar untuk "PRASANGKA (Sebuah Cerpen) By Ami Daria"
Posting Komentar