CATATAN KECIL UNTUK KEDUA PUTRAKU
CATATAN
KECIL UNTUK KEDUA PUTRAKU
Kamis, 07 Juni 2018
Kadang kita berpikir suatu hal itu terbaik untuk anak, dan kita berusaha semaximal mungkin untuk mencapainya. Namun benarkah memang itu terbaik untuk anak-anak kita? Bukankah hanya mereka yang tahu? Mereka yang merupakan pribadi yang butuh kemerdekaan untuk mendapatkan apa yang terbaik bagi mereka sendiri.
Senin, 11 Juni 2018
Kalau orang tak memiliki rasa ibu malu, maka dia tak pernah menyadarai kesalahan otomatis juga tak ada niat dalam dirinya untuk memperbaiki diri.
BINGUNG
Kakak hanya diam. Dia tampak merenungi kata-kataku.
Bagus! kakak ada rasa malu untuk mengatakan nilai Danemnya. Semoga dengan adanya rasa malu itu akan memberi pelajaran untuk masa yang akan datang.

Kadang kita berpikir suatu hal itu terbaik untuk anak, dan kita berusaha semaximal mungkin untuk mencapainya. Namun benarkah memang itu terbaik untuk anak-anak kita? Bukankah hanya mereka yang tahu? Mereka yang merupakan pribadi yang butuh kemerdekaan untuk mendapatkan apa yang terbaik bagi mereka sendiri.
Kadang kita merasa sudah memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita.
Namun benarkah memang itu yang terbaik untuk anak-anak kita? Sementara kita
tidak tahu keinginan hati mereka yang paling dalam. Kita seringkali tidak
memberi kesempatan mereka untuk memgungkapkan keinginannya karena kita sudah
berkeyakinan, bahwa kitalah yang lebih tahu, lebih pengalaman, lebih tahu pahit
getirnya kehidupan. Sampai kita lupa, kalau anak-anak kita juga punya jiwa yang
lengkap dengan perasaan, keinginan dan kepuasan hati.
Kadang kita berpikir, bahwa anak pintar,
anak penurut, anak soleh, itu lebih baik daripada anak yang pembangkang, bodoh,
juga urakan. Memang benar. Namun sadarkah kita? Adakalanya sifat-sifat negatif
anak kita muncul sebagai protes atas perlakuan kita terhadap mereka yang kadang
tanpa kita sadari, mereka merasa terbelenggu oleh segala aturan-aturan kita
yang dibuat tanpa persetujuan mereka sebagai pelaksananya.
Kadang sebagai rasa sayang pada anak, kita
akan memberikan segala hal (materi) yang mereka inginkan tanpa kita sadari hal
yangdiinginkan itu justru menjadi arang yang membuat hitam muka mereka.
Membentuk tabiat yang buruk akibat efek samping dari keinginan mereka yang
buru-buru kita penuhi sebagai wujud kasih sayang yang tulus.
Kadang sebagai wujud rasa sayang terhadap
anak, kita mengerjakan semua hal yang bisa saja mereka yang mengerjakan. Namun
rasa sayang itu membuat kita berpikir, biarlah kita yang mengerjakan, biarlah
kita yang melaksanakan, janganlah anak kita sampai merasa lelah. Tanpa kita
sadari kalau kita sudah membentuk mereka menjadi pribadi yang manja. Pribadi
yang tidak mandiri.
Kadang kita seringkali
membanding-bandingkan anak kita dengan anak orang lain yang lebih baik, dan
anak kita sebagai pribadi yang kalah. Kita berpikir bahwa dengan cara seperti
itu, maka anak kita akan meniru seperti mereka. Namun kita lupa bahwa anak kita
punya potensi yang lain dibandingkan anak orang lain itu. Bukannya anak kita
ingin meniru mereka tapi justru anak kita merasa tersisih, merasa tidak
bergunaa, merasa tidak disayang. Hal itu mengubur rasa percaya diri mereka.
Anak kita menjadi kurang percaya diri/minder.
Begitu banyak hal-hal negatif yang
dilakukan anak-anak kita, yang membuat kita kecewa berkepanjangan. Namun
patutkah kita kecewa? Sementara kita tidak pernah tahu, apa hikmah dibalik
semua itu. Bukankah kadangkala kita berencana namun hasil akhir hanya Tuhanlah yang tahu.
Maka sebaiknya kita selalu mensyukuri apapun yang terjadi pada anak-anak kita,
selagi masih ada kesempatan untuk berbedah diri. Dengan berbenah diri yang
dilakukan anak-anak kita karena penyesalan mereka sendiri, tanpa perintah dari
kita, itu akan membentuk mereka menjadi pribadi yang tangguh.
KECEWA
Kini kedua putraku lulus dari sekolah. Kakak lulus
SMP, Adik lulus SD. Selisih usia mereka
memang tiga tahun. Tepatnya tiga tahun tiga hari. Ijazah belum keluar namun
jumlah Danem sudah tercantum.
Ada rasa kecewa di hatiku. Kecewa karena Danem
mereka rendah. Mungkin kalau memang itu standar kecerdasan mereka aku
tidak begitu kecewa. Namun nilai itu
hasil dari perbuatan mereka selama ini.
Aku sudah mempersiapkan mereka sejak mereka memasuki
kelas terakhir. Untuk kakak aku memfotocopy buku-buku pelajaran, setelah semester
dua membeli buku ‘DETIK-DETIK UNBK’ selalu menyuruhnya belajar, bahkan aku juga
belajar agar bisa membimbingnya belajar. Namun sang kakak tidak pernah
mengindahkan perintahku. Tidak mau
belajar, namun ngomel-ngomel tak karuan. Mengatakan kalau aku sok disiplin, sok
pintar, terlalu ketat, suka main perintah.
Untuk adik, karena satu buku untuk dua siswa yang
dipakai secara bergantian, aku memutuskan untuk memfotocopy agar dapat buat
belajar. Namun adik tak mau belajar. Akhirnya aku mengajak dua teman akrabnya
untuk belajar bersama dibawah bimbinganku. Mereka bertiga belajar seminggu tiga
kali, yang dilaksanakan pada pukul 15.30-17.00. Adik minta agar ada waktu untuk
istirahat (Seperti di sekolah), akupun memenuhi. Saat istirahat Adik jajan yang
otomatis kedua temannya juga dibelikan jajan. Aku juga oke saja. Memberi les
secara gratis masih ada bonus jajan. He..he..he...tak apa. Semua itu demi Adik
agar mau belajar. Namun hal itu tidak berjalan lama. Penyebabnya karena salah
satu teman Adik ada yang kentut, Adik jijik. Dan itu menjadi alasan utama untuk
tidak melanjutkan belajar bersama. Berbagai macam cara aku lakukan agar Adik
tetap belajar. Menganti temannya yang ‘kentut’ dengan teman lain....memberi
permainan pada akhir pelajaran, bahkan menambah uang jajan. Namun semua itu
gagal. Kalau menjelang jam mau belajar, Adik ngumpet entah dimana. Saudara juga
tetangga dekat rumah aku jelajahi semua namun nihil Aku tak mengetemukan Adik.
Setiap malam, aku mengajak kedua anakku untuk
belajar. Namun jawaban mereka selalu kompak.’Nanti, sebentar lagi!’ Itu selalu
dikatakan. Kalau sudah pukul 21.00.
barulah mereka mau belajar. Namun cara belajar mereka sangatlah mengecewakanku.
Mereka hanya buka-buka buku sesaat lalu menguap berkali-kali dengan alasan
ngantuk. Setelah itu tanpa menunggu persetujuan dariku mereka masuk kamar dan
tidur.
Aku marah, setengah memaksa aku menyuruh mereka
belajar. Namun mereka cuek. Sang Ayah bukannya mendukungku, namun mendukung
mereka. Jadinya mereka bertiga menertawakanku, mengatakan aku terlalu disiplin,
terlalu perfek, dan terlalu mengekang kebebasan mereka.
Menurutku, belajar harus dilakukan secara kontinyu.
Namun bagi mereka belajar dilakukan saat akan ujian. Dalam hal ini pendapat
kami berseberangan. Dan satu peserta
(Ayah) mendukung mereka. Mereka tertawa-tawa sambil bermain game di hp.Sungguh
mengecewakan!!
Sekarang saat hasil ujian nilainya rendah, mereka
kaget, kecewa dan menyesal. Bagiku semua itu percuma. Semua sudah terjadi. Mau
menyesal, menangis tersedu-sedu sampai
mengeluarkan air mata darahpun, percuma.
Mereka kecewa namun akulah yang paling kecewa
melebihi rasa yang mereka miliki. Aku hanya mampu berdo’a. Semoga walau nilai
mereka rendah. Mereka tetap bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke
sekolah favorit. Rasanya aku terlalu berharap. Tapi biarlah. Toh aku memohon
kepada Tuhan.
Bukankah kalau Tuhan menghendaki, bisa saja terjadi suatu kemukjizatan?
Sabtu,09 Juni 2018
Tak ada seorangpun yang paling pintar. Karena sebenarnya diatas langit masih ada langit. Kalau ada orang yang merasa paling pintar, justru dia sudah melakukan suatu kebodohan.
Kadang orang tua merasa paling pintar sehingga dia dengan penuh percaya diri mengatur-atur kehidupan dan masa depan anaknya. Orang tua itu lupa, bahwa dia adalah manusia biasa yang penuh dengan segala kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja. Bahwa yang selalu benar hanyalah Tuhan semata.
Bukankah kalau Tuhan menghendaki, bisa saja terjadi suatu kemukjizatan?
Sabtu,09 Juni 2018
Tak ada seorangpun yang paling pintar. Karena sebenarnya diatas langit masih ada langit. Kalau ada orang yang merasa paling pintar, justru dia sudah melakukan suatu kebodohan.
Kadang orang tua merasa paling pintar sehingga dia dengan penuh percaya diri mengatur-atur kehidupan dan masa depan anaknya. Orang tua itu lupa, bahwa dia adalah manusia biasa yang penuh dengan segala kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja. Bahwa yang selalu benar hanyalah Tuhan semata.
Penyesalan
berkepanjangan
Aku perhatikan beberapa hari belakangan ini Kakak
selalu diam. Aku coba mendekati dan menanyakan penyebab tingkahnya yang
mendadak jadi pendiam. Dia bilang kalau dia sangat menyesal. Menyesal karena
selama ini tidak mengindahkan perintahku agar belajar. Tidak belajar dengan
sungguh-sungguh. Dan akhirny nilainya ceblok. Bahkan Kakak menyalahkan ayahnya
yang tidak menyuruhnya belajar. Menyalahkanku yang katanya kurang keras saat
menyuruhnya belajar. Seharusnya kalau mereka tak mau belajar aku memberinya hukuman. Pukulan mungkin, atau
apalah....yang bisa membuatnya jera. Benarkah mereka akan jera? Yang ada mereka
malah marah, dendam.
Hukuman fisik tak akan membuat jera....namun menimbulkan
kemarahan dalam dada.....kemarahan yang terpendam, yang menunggu saat yang
tepat untuk meledak.
Aku memberi pengertian bahwa ‘apa yang sudah terjadi
tak dapat dirubah lagi’ Sekarang yang penting pandanglah ke depan, menyongsong
masa depan. Hidupnya ditata lagi biar lebih teratur. Nanti di SMA, belajar yang
rajin agar nilainya bisa bagus agar dapat melanjutkan ke bangku kuliah, kuliah
di tempat yang bermutu. Kakak
mengangguk.
Penyesalan memang selalu datang belakangan.
Yang dapat dilakukan hanyalah menata kehidupan mendatang agar hal-hal yang
dapat menimbulkan penyesalan dapat dikikis setipis mungkin.
Setiap ada masalah bercerminlah, intropeksi
diri, karena sebenarnya apapun yang terjadi pada diri kita adalah akibat dari
perbuatan kita sendiri.
Janganlah menyalahkan orang lain karena
masalah yaang menimpa diri kita. Karena kalau kita selalu mengkambing hitamkan
orang lain, kita tak pernah bisa belajar untuk lebih berhati-hati di masa yang
akan datang,agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Senin, 11 Juni 2018
Rasa malu akan mengubah pola berpikir mereka. Dengan adanya rasa malu, secara tidak langsung orang tersebut menyadari kalau dia melakukan kesalahan, dan itu menimbulkan niat dalam dirinya untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut.
Kalau orang tak memiliki rasa ibu malu, maka dia tak pernah menyadarai kesalahan otomatis juga tak ada niat dalam dirinya untuk memperbaiki diri.
BINGUNG
Sudah mendekati lebaran. Pada umumnya orang-orang yang merantau akan mudik, termasuk adikku yang bekerja di Jakarta. Mendengar Omnya mau mudik, anakku si Kakak kebingungan, "Bu, nanti kalau Om Bayu pulang, gimana?"
"Gimana apanya?" Aku tak mengerti.
"Kalau Om Bayu tanya, jumlah Danemku, gimana?" Kakak masih terlihat bingung.
"Ya.....bilang saja sejujurnya. Memangnya mau ditambahi sepuluh angka, biar kelihatan banyak?" Kataku.
"Kalau ditambahi, kan Om Bayu akan tahu juga......"
"Memang. Lagian kalau Om Bayu tanya ke ibu, ibu akan jawab sejujurnya.....Memangnya kalau Kakak jawab sejujurnya, kenapa?" Tanyaku.
"Ya malu lah bu......Danem kakak kan rendah....."
"Kenapa mesti malu? kan itu semua sudah Kakak rencanakan....."Kataku.
"Rencanakan? Kakak nggak pernah berencana dapat Danem rendah......" Kakak tak mengerti.
"Lho....dengan Kakak nggak mau belajar, kan sama artinya berencana agar Danem rendah....iya kan? Tentunya Kakak kan udah tahu resiko kalau nggak malu belajar, berarti dapat nilai rendah." Kataku lagi.
Kakak hanya diam. Dia tampak merenungi kata-kataku.
"Sekarang coba kakak pikir....mungkinkah dapat nilai tinggi kalau nggak mau belajar? Mungkin...tapi hanya nol koma titik titik persen. Iya, kan?" Kataku.
"Jadi gimana bu......?" Tanya Kakak.
"Ya....jawab sejujurnya.Nggak usah malu. Memang begitu adanya, mau bagaimana lagi?" Kataku.
"Iya sih......." Jawab Kakak lesu.
Bagus! kakak ada rasa malu untuk mengatakan nilai Danemnya. Semoga dengan adanya rasa malu itu akan memberi pelajaran untuk masa yang akan datang.
"Bu....nanti kalau sudah SMA, kakak mau rajin belajar. Biar nilai kakak bagus." kata Kakak terlihat penuh penyesalan.
"Betul......."Aku tak percaya.
"Betul......kakak malu sama Om....kalau nilainya jelek." Katanya.
"bagus. Ibu senang mendengar....." Aku sedikit lega.
Amin......semoga janjinya itu benar-benar dilaksanakan.
Niat yang tercetus dari diri sendiri biasanya benar-benar dilaksanakan, beda kalau itu keinginan orang lain. Maka sangatlah penting agar seseorang memiliki niat yang timbul dari hati yang paling dalam tanpa paksaan dari siapapun.
Niat yang tercetus dari diri sendiri biasanya benar-benar dilaksanakan, beda kalau itu keinginan orang lain. Maka sangatlah penting agar seseorang memiliki niat yang timbul dari hati yang paling dalam tanpa paksaan dari siapapun.
Belum ada Komentar untuk "CATATAN KECIL UNTUK KEDUA PUTRAKU"
Posting Komentar