CINTA ABADI (Cerita Misteri) By Ami Daria
CINTA
ABADI
(Selasa Wage, 16 Oktober 2018)
By : Ami Daria
SINOPSIS
Tahun 1990-an,
Garni yang masih duduk di bangku SMA, menjelang Mahgrib, pulang dari latihan
pramuka. Saat melewati jalan di tengah persawahan
dihadang empat pemuda berandalan. Mereka berusaha menyerobot tas dan sepeda
Garni, bahkan ada yang menyeretnya ke tengah sawah. Tiba-tiba lelaki tampan datang
menolong. Dia membuat pingsan keempat pemuda itu. Lalu membopong Garni ke
pinggir jalan dan memijit kakinya yang kesleo. Setelah itu mengantarnya pulang.
Sejak itu Garni mencoba mencari keberadaan pemuda itu namun nihil. Sekarang
setelah 28 tahun berlalu, menjelang Mahgrib, Garni lewat di jalan, tengah
persawahan itu, tiba-tiba ada empat lelaki mau menjambretnya, ada yang menarik
tasnya juga motornya, bahkan ada yang menyeretnya ke tengah sawah. Tiba-tiba
lelaki tampan itu muncul. Seperti dulu, dia membuat pingsan keempat lelaki itu,
juga memijat kaki Garni yang terkilir. Garni menatap lelaki itu tak berkedip.
Dalam hatinya ada tanda tanya yang sangat besar. Kenapa Lelaki itu masih tetap
muda seperti 28 tahun yang lalu? Siapa dia? Dan yang membuat Garni makin tak
mengerti, dia mengungkapkan kalau cintanya ABADI terhadap Garni.......
Planetcerpen.com - Tahun
1990, Garni yang masih duduk di bangku SMA, menjelang Maghrib pulang dari
latihan pramuka. Kebetulan dia sendirian, karena hanya dia yang terpilih untuk
mengikuti lomba Jambore. Empat temannya yang pulangnya selalu bareng, tidak
terpilih. Setelah melewati kampung tetangga, untuk menuju ke desanya harus
melewati jalan yang kanan kirinya persawahan. Sebenarnya ada rasa was-was di
hati Garni tapi bagaimana lagi, hanya itu jalan satu-satunya.Ada jalan lain.
Tapi jauhnya tiga kali lipat jalan ini. Jadi garni memutuskan untuk lewat jalan
ini.
Benar
saja, setelah sampai setengah perjalanan tiba-tiba dari balik pohon besar
keluar empat pemuda yang menghadang laju sepedanya. Garni gugup. Dia benar-benar
tidak menduga kalau ada empat pemuda menghadang jalannya.
“Ya
Allah.....siapa kalian?” Garni sangat kalut.
“Hallo
manis.......kami kan teman.......” Kata yang memakai topi, sambil memegang stang sepeda Garni.
“Nggak
usah takut.....kami orang baik kok....” Kata yang berjaket kulit sambil menarik
tas sekolah Garni.
“Ini
kalian apa-apaan, sih......?” Garni benar-benar ketakutan. Dia merasa dalam
bahaya besar.
“Hei....kalian
jangan kurang ajar sama cewekku......Ayo kita pergi saja........”Kata yang
gondrong sambil menarik-narik Garni ke tengah sawah.
Garni
teriak-teriak minta tolong. Mereka berempat hanya tertawa terbahak-bahak. Garni
benar-benar sudah putus asa.
Tiba-tiba
ada pemuda berdiri sambil bertolak pinggang, “Hentikan! Kalian jangan kurang
ajar sama dia.”
“Kamu
siapa?” Tanya yang pakai topi.
“Dia
adikku. Jangan macem-macem sama dia!” Jawab pemuda itu.
“Oh.....adik
ketemu gede.....?” Kata yang pakai topi sambil memukul pemuda itu. Namun
pukulannya meleset. Dengan penuh rasa penasaran dia memukul lagi namun selalu
meleset. Ketiga temannya ikut mengeroyok. Namun mereka tetap kewalahan
menghadapi pemuda itu. Bahkan dalam waktu sekejap mereka berempat dibuat
pingsan.
Pemuda
itu mendekati Garni yang masih terduduk di pematang sawah.
“Kamu nggak apa-apa?” Tanya pemuda itu.
Garni
cuma mengeleng sambil tersenyum. Dia mencoba berdiri namun terduduk lagi sambil
memegangi kakinya yang tergilir.
“Kaki
kamu sakit?” Pemuda itu tampak khawatir.
“Dikit....sepertinya
terkilir....”
“Coba
aku urut...siapa tahu bisa membaik.” Kata pemuda itu sambil membopong Garni.
“Apa-apaan
ini? Turunkan aku.....” Garni memberontak.
Pemuda
itu hanya tersenyum sambil terus berjalan menuju tepi jalan. Secara berlahan
dia menurunkan tubuh Garni.
“Coba
kaki kamu diluruskan.”
Malu-malu
Garni meluruskan kedua kakinya.
“Pergelangan
kakimu yang terkilir....” Kata dia sambil memijit-mijit pergelangan kaki Garni.
Garni
hanya diam sambil mengamati wajah pemuda itu. Dari cahaya bulan, yang tampak
malu-malu Garni melihat ketampanan pemuda itu. Siapa dia? Garni sama sekali
tidak kenal.
“Tahan,
ya.....”Kata pemuda itu sambil menarik telapak kaki Garni.
Garni
menjerit kesakitan, “Gila kamu....” Garni melotot.
“Maaf......”
Kata pemuda itu sambil tertawa geli. “Coba berdiri.”
Garni
berdiri. Benar saja rasa sakit di kakinya sudah hilang. Setengah berlari Garni
mengambil tas sekolahnya dan mendirikan sepedanya.
“Terima
kasih, ya......” Garni siap-siap naik sepedanya.
“Tunggu......”Pemuda
itu memegang stang sepeda Garni. “Aku mau mengantar kamu pulang.
“Nggak
usah.....aku berani pulang sendiri kok.....”Garni tersenyum sambil mengangguk.
“Aku
ingin memastikan kamu selamat sampai rumah.” Pemuda itu menatap Garni sambil
tersenyum lembut. Garni terpesona senyum itu. Dimatanya, pemuda itu benar-benar
sempurna.
Dengan
lembut pemuda itu mengambil stang sepeda
dari tangan Garni dan duduk di sadel sepeda.
“Ayo
bonceng. Sebentar lagi empat pemuda itu akan sadar......”
Tanpa
banyak bicara Garni naik ke boncengan.
“Pegangan.
Aku akan ngebut.”
Garni
pegangan di sadel sepeda.
“Kok
disitu...disini dong.....” Dia menarik kedua tangan Garni ke pinggangnya.
“Nggak
mau. Disini aja.....”Garni menarik tangannya dan kembali memegang sadel sepeda.
“Ya
udah.....kalau nggak mau, nggak apa-apa.......”Dia tertawa geli. “Siap ya....aku
mau ngebut. Pegangan yang kuat!”
“Iya.....Ini
udah....”
“Are
you ready.......go......!”
Dia
mengayuh sepeda dengan begitu cepatnya. Garni merasa seperti terbang. Melayang.
Takut pegangannya terlepas, Garni memeluk pinggang dia erat-erat. Dalam hitungan
detik mereka sudah sampai di halaman rumah Garni.
“Sudah
sampai......” Pemuda itu turun dari sepeda.
Garni
masih bengong. Dia benar-benar tak mengerti dengan kejadian ini.
“Kok
bengong? Ini sepedanya dibawa masuk. Aku pulang, ya........”
“Tunggu
dulu....terima kasih ya mas.....”Garni merasa malu untuk menanyakan namanya.
“Aku
Aryo Wijaya.....Sudah kamu masuk......nanti aku pulang.”
“Masuk
dulu.....” Garni menawarkan.
“Terima
kasih banyak. Nggak usah. Aku buru-buru” Jawab Aryo sambil tersenyum manis.
Beberapa
saat Grni terpesona dengan senyum itu, “Kamu pulangnya naik apa.......?”Garni
khawatir.
“Apa saja. Aku bisa jalan atau lari atau
terbang....” Jawab Aryo sambil tersenyum geli.
“Aku
serius.....” Garni tampak sewot.
“Aku
juga serius nona manis......Sekarang nona manis masuk, ya....kalau kamu nggak
masuk, aku nggak akan pulang.”
“Ya
udah......aku masuk....terima kasih,ya.....” Dengan berat hati Garni masuk
rumahnya.
Setelah
Garni masuk rumah, Aryo Wijaya membalikkan badan dan bergegas meninggalkan
rumah Garni. Baru beberapa langkah Aryo Wijaya merasa diawasi, dia membalikan
badan kembali dan melihat kalau Garni mengintip dari balik pintu. Dia melambaikan
tangan pada Garni sambil tersenyum geli. Malu-malu Garni membalas lambaian
tangan itu. Lalu masuk ke ruang tengah.
Pertemuan
dengan Aryo Wijaya menjadi rahasia bagi Garni yang tidak menceritakan peristiwa
itu pada siapapun. Namun tiap malam selalu terbayang ketampanannya. Dia
benar-benar sempurna di mata Garni. Dan senyum itu, membuat hati Garni
klepek-klepek tak karuan. Garni yang terkenal cuek terhadap cowok, kali ini
langsung jatuh cinta pada pertemuan pertama. Bodynya yang tinggi. Tidak gendut
juga tidak kurus. Pakai jaket kulit hitam dan celana jeans hitam Ada rasa
penasaran, ingin tahu lebih dalam mengenai dia. Tapi bagaimana dan dari mana
caranya, Garni tak tahu. Yang jelas Garni sangat berterima kasih atas
pertolongannya.Mencoba mencari keberadaannya, teman-teman sekolah dari desa
sekitar ditanya, apakah ada yang kenal dengan Aryo Wijaya namun tidak ada yang
mengenalnya. Kadang kalau pulang sekolah dan melewati jalan di persawahan itu,
Garni tengak-tengok, siapa tahu ada Aryo Wijaya lewat di sekitarnya. Namun
tidak pernah ketemu. Garni benar-benar kehilangan jejak.
Setahun telah
berlalu.......Garni sudah melupakan Aryo Wijaya. Ada guru
baru
yang dari gelagatnya terlihat kalau dia naksir, namun Garni cuek saja. Malam harinya Garni bermimpi,
seperti ada di jalan panjang yang dikanan-kirinya persawahan dan dia melihat
Aryo Wijaya jalan kaki dari arah selatan ke utara terus jalan dengan langkah
yang mantap, sampai di tengah jalan dia menghentikan langkahnya, menyeberang
danberjalan lagi ke arah sebelumnya. Posisi Garni disini ada di tempat yang
jauh. Melihat semua itu namun tidak dapat menyapa dia. Bangun tidur Garni bingung.
Kok mimpi seperti itu, apa maksudnya? Hal itu terjadi sampai beberapa tahun.
Tiap kali ada lelaki yang mendekatinya, mimpi itu selalu muncul, hingga
akhirnya Garni menolak lelaki itu. Hati kecilnya sudah jatuh hati pada Aryo
Wijaya. Namun dimana bisa menemukannya, itu yang menjadi tanda tanya besar bagi
Garni. Tanda tanya yang sampai beberapa tahun tak terjawab. Hingga akhirnya
Garni bosan, dan jatuh hati pada seorang
pemuda hingga akhirnya mereka menikah.
Dua
puluh delapan tahun telah berlalu, Garni sudah dikaruniai tiga anak yang tampan
tampan dan cantik. Pulang dari rumah saudara, melewati jalan yang sama di waktu
yag sama, yaitu menjelang Mahgrib. Tiba-tiba ada empat lelaki keluar dari balik
pohon besar, menghadang perjalanannya. Mereka ada yang menyerobot tasnya,
menarik motornya, juga ada yang mencoba menyeretnya ke tengah sawah. Garni
tidak mampu berbuat apa-apa, dia hanya mampu berteriak-teriak minta tolong.
Tapi letak jalan yang jauh dari pedesaan, membuat teriakannya seakan sia-sia
belaka.
Tiba-tiba
muncul pemuda itu, “Hentikan! Kalian jangan kurang ajar sama dia!”
Keempat
lelaki itu geram. Mereka segera mengeroyok pemuda itu. Namun dalam waktu
sekejap keempat lelaki itu dibuat pingsan.
Pemuda
itu mendekati Garni yang terduduk di tengah sawah.
“Kamu
tidak apa-apa?” Tanya pemuda itu sambil jongkok disamping Garni.
Garni
terdiam. Dia merasa mengenal suara itu. Mencoba menelusuri wajah yang masih
tertunduk seolah menyembunyikan wajahnya. Deg! Tidak salah lagi. Dia Aryo
Wijaya!
“Kamu....kamu
Aryo Wijaya, kan?” Hati Garni deg deg pyar tak menentu.
“Kamu
masih mengenaliku?” Dia mengangkat wajahnya sehingga mereka saling tatap. “Kamu
ke pinggir jalan dulu, ya.....” Tanpa menunggu jawaban Garni yang masih
bengong, dia memopong tubuh Garni ke pinggir jalan.
Dalam
bopongan Aryo Wijaya, Garni tak mampu bicara sepatah katapun. Pikirannya kacau
tak karuan. Dia benar-benar tak mengerti. Kenapa Aryo Wijaya masih muda seperti
28 tahun yang lalu? Aneh sekali. Seharusnya dia berusia sekitar 50
tahun......karena saat itu dia berusia sekitar 25 tahun. Aneh.....aneh sekali.
“Kok
bengong......?”Aryo Wijaya menurunkan Garni dari bopongannya secara hati-hati.
“Kakimu terkilir, ya...?
Sini aku pijit......”Dia mulai memijit kaki Garni.
“Siapa kamu sebenarnya?” perasaan Garni gacau tak karuan. Antara gembira
bisa bertemu lelaki yang selama ini telah membuatnya jatuh hati. Dan takut
karena penampilan Aryo Wijaya masih sama dengan 28 tahun yang lalu. Siapa dia?
“Bukankah
kamu sudah mengenalku? Bukankah dulu kita pernah bertemu. Apakah kamu sudah
melupakanku? Sementara aku tak pernah mampu melupakanmu barang sedetikpun.”
“Kamu
tak pernah melupakanku? Lalu kemana kamu selama ini?”
“Aku
masih tetap disini, mengawasimu, menjagamu. Aku akan selalu datang bila kamu
dalam bahaya.”
“Kenapa?
Aku tak mengerti.”
“Karena
aku jatuh hati padamu. Aku cinta padamu.”
“Kalau
kamu jatuh hati padaku, kenapa kamu menghindariku?”
“Karena
kita tak mungkin bersatu.”
“Kenapa
tak mungkin bersatu? Bukankah kalau saling cinta bisa bersatu?”
“Jadi
kamu mencintaiku juga?”
“Itu
tak penting. Semua sudah terlambat.”
“Sudah......”
“Apanya
yang sudah....?”
“Kaki
kamu sudah kupijit. Tidak sakit lagi, kan?” Kata Aryo Wijaya sambil tersenyum.
“Oh,
iya......makasih.” Garni tersenyum.
“Sebenarnya
dari dulu sampai sekarang rasa cintaku tetap sama padamu. Tak kan terkikis oleh
apapun juga oleh jalannya waktu. Cintaku abadi terhadapmu.”
Garni
hanya diam sambil menatap Aryo Wijaya lekat-lekat. Dirinya benar-benar tak
mengerti dengan semua ini.
“Tiap
kali aku ingin mendekatimu, aku selalu diancam oleh kedua saudara kembarmu.”
“Saudara
kembar? Aku tak punya saudara kembar.”
“Kamu
punya, tapi kamu tidak menyadarinya. Mereka selalu menjagamu.”
“Saudara
kembar. Apakah mereka tidak tinggal bareng aku dan kedua orang tuaku sehingga
aku tidak mengenal mereka?”
“Mereka
ada di dekatmu setiap saat. Kalau orang jawa bilang, mereka adalah sedulur
papat. Kamu mengerti mengenai itu?”
“Sedikit-sedikit
aku mengerti. Lalu kenapa mereka mengancam kamu.....”
“Karena...karena
kita tak mungkin bersatu. Karena... karena kamu dan aku beda dunia......”
“Beda
dunia? Maksudnya kamu........setan?” Garni berdiri, bersiap untuk lari.
“Jangan
takut Jeng Garni. Aku bukan setan. Hanya saja dunia kita berbeda. Makanya kita
tak mungkin bersatu. Kamu lihat aku.....aku masih tetap muda seperti saat
pertama kali kita bertemu, 28 tahun yang
lalu.”
“Iya.
Seandainya aku bisa seperti kamu, masih tetap muda.........”
“Kamu
masih terlihat muda. Tubuhmu masih padat berisi dan langsing.”
“Gombal...”
“Benar....aku
tahu banyak orang yang mengatakan kamu awet muda. Tapi memang begitu
keadaannya. Lari pagi yang kamu lakukan, memang membuatmu tetap muda dan fit.”
Kata Aryo Wijaya sambil menatap Garni lekat-lekat.”
Malu
juga Garni ditatap sedemikian lembutnya.
“Maksudku,
aku ingin tetap muda seperti 28 tahun yang lalu. Saat kita pertama bertemu.”
“Itu
tak mungkin. Duniaku dunia kelanggengan......sedangkan kamu manusia biasa.”
“Iya.....memang.”
Garni tampak sedih.
“Jangan
sedih. Aku akan selalu didekatmu. Kupikir benar saudara kembarmu yang menginginkan
kamu bisa menikah dengan manusia biasa dari duniamu. Bukan dari duniaku.”
Garni
hanya diam.Tak mampu bicara sepatahpun. Benar-benar
shock. Ternyata lelaki yang selama ini dicintainya berasal dari dunia lain.
Pantas saja kalau Garni mau menjalin hubungan dengan lelaki, dia akan muncul di
mimpinya.
“Memang
tiap kali ada lelaki yang mendekatimu, aku akan hadir di mimpimu. Aku tak ingin
kamu dekat dengan lelaki manapun selain diriku. Tapi lama-lama aku menyadari
kalau aku terlalu egois.....maafkan aku....” Aryo menghela napas panjang.
Garni
hanya menghela napas panjang, melepas
sesak didada.
“Sudah
malam. Ayo aku antar pulang. Nanti suami dan putra-putri kamu khawatir.” Aryo
berdiri sambil mengandeng tangan Garni menuju ke motor yang roboh.
Aryo
mendirikan dan menjalankan mesin motor, “Ayo bonceng.”
Garni
mengangguk dan naik boncengan.
Dalam
hitungan detik. Mereka sudah sampai di depan rumah Garni.
“Sudah
sampai. Silahkan kamu masuk rumah, jeng.....”
Garni hanya diam terpaku sambil menatap Aryo Wijaya lekat-lekat.
Garni hanya diam terpaku sambil menatap Aryo Wijaya lekat-lekat.
“Camkan
dalam hatimu. Kalau cintaku abadi terhadapmu....aku akan selalu menjagamu
sebatas kemampuanku.”
“Aku
juga mencintaimu.....” Suara Garni sangat lirih.
“Iya,
aku tahu....tapi kita tak mungkin bersatu. Dunia kita berbeda......”
“Tapi
sekarang sudah tak cinta lagi....”Kata Garni, tiba-tiba.
“Kok
bisa begitu?” Aryo kaget.
“Ya
bisa saja....masa aku cinta pada pemuda yang lebih pantas jadi anakku?”
“Oh.....begitu...??”
Aryo tampak kecewa.
“Iya......tapi
walau begitu aku bahagia, ada yang mencintaiku....walau dia lebih pantas
menjadi anakku. Masa aku mencintai brondong...??”
“Apa
itu brondong.......??”
“Brondong
adalah lelaki yang usianya jauh dibawahnya, atu terlalu muda.......”
Aryo
tertawa geli, “Tapi sebenarnya usiaku jauh lebih tua daripada kamu......sekarang
kamu masuk rumah....”
“Oke.....aku
masuk dulu, ya nak.......Aryo......Terima kasih atas pertolongannya.”Garni memegang
pintu tapi belum membukanya.
“Kok
memanggilku, nak.....?” Aryo kecewa.
“Salah
sendiri...kamu masih muda seperti 28 tahun yang lalu......” Kata Garni sambil
tertawa.
Aryo
hanya tersenyum sambil mengenggam jemari Garni dan mengecupnya secara lembut,
“Aku tak perduli. Yang penting, perlu kamu ketahui, kalau cintaku abadi
terhadapmu.....tak kan terkikis olah waktu.......”Aryo menatap Garni
lekat-lekat.
Garni
merasakan getaran yang lain. Dia hanya mampu tersenyum. Merasakan kebahagiaan
yang tiada tara. Kebahagiaan kalau ada yang mencintainya tanpa pamrih.
“Kapan
kita bisa bertemu lagi? Apakah kamu hanya datang kalau aku dalam bahaya?” tanya
Garni.
“Kalau
kamu ingin bertemu denganku, panggil namaku tiga kali. Nanti aku akan
datang....” Kata Aryo sambil tersnyum.
“Iya....tiap
malam aku akan memanggilmu tiga kali.........” kata Garni sambil tersenyum
mengoda.
“Tak
apa-apa. Aku akan selalu datang......”Kata Aryo sambil mengenggam jemari Garni.
“Sekarang kamu masuk. Itu suamimu menuju kesini......” Kata Aryo sambil melepas
jemari Garni dan berjalan ke halaman rumah.
Secara
kebetulan santos, suaminya Garni membuka pintu, “Ya Allah....bu...kamu kemana
saja? Ayah kan sangat khawatir.....kata Pakde kamu sudah pulang dari sana
sebelum Maghrib.......”
“Iya
Ayah....tadi ada halangan dijalan. Nanti aku ceritakan.” Kata Garni sambil
menoleh ke halaman. Tempat dimana Aryo Wijaya berdiri melambaikan tangan sambil
tersenyum manis. Samar-samar Garni membalas senyum itu.
“Kamu
senyum sama siapa” Tanya Santos tak mengerti.
“Aku
nggak senyum sama siapapun. Aku hanya geli kalau ingat kejadian tadi. Yah.....masa
empat preman yang menghadangku cuma disentil satu orang penolongku, langsung
pingsan.” Kata Garni sambil masuk ruang tengah.
“Empat
preman? Penolongmu?” Santos tak mengerti.
“Tenang
Ayah....nanti ibu ceritakan. Sekarang ibu mau mandi dulu...gerah.”
“Iya......sana
mandi dulu.....” Santos sangat lega.
Garni
tersenyum penuh bahagia. Hatinya berbunga-bunga. Ternyata ada yang mencintainya
secara tulus. Walau dia dari dunia lain. Hal itu memberikan kebahagian yang
tiada tara. Garni tak mampu membandingkan lebih besar mana, rasa cinta terhadap
suaminya atau terhadap Aryo Wijaya. Seimbang. Biarlah semua itu terjadi. Toh porsinya
berbeda karena dunia mereka juga berbeda...
NB : Ini
pengalaman seseorang yang tak mau disebutkan jati dirinya. Sekarang beliau
hidup bahagia dengan suami dan ketiga anaknya. Tanpa sepengetahuan keluarganya,
beliau sering berkomunikasi dengan Aryo Wijaya, yang masih tetap muda dan juga
masih tetap mencintainya. Karena cintanya ABADI...........
SELESAI
Belum ada Komentar untuk "CINTA ABADI (Cerita Misteri) By Ami Daria"
Posting Komentar