SERIBU TAKTIK (Bagian 4)
SERIBU TAKTIK
By : Ami Daria
BAGIAN 4
Ada lowongan
sebagai penyiar radio. Kensi melamarnya dan untuk tahu hasilnya harus menunggu
selama seminggu. Dalam waktu seminggu itulah, Santoso dan Santi sering
menyindir-nyindir Kensi hingga tak tahan lagi dan memutuskan pergi dari rumah.
Bagaimana nasib Kensi selanjutnya?.
Planetcerpen.com Kensi
sudah berpakaian rapi. Kedua tangannya memeluk map di dadanya.
“Bismillah....semoga
aku di terima.” Kensi tersenyum dan melangkah, “Semua syarat-syaratnya sudah kupenuhi.......”
Sementara
di kampus, Hendra berjalan mengejar Mitha yang jalan di depannya.
“Apa
kabar Manis.....baik-baik aja?” Hendra melancarkan rayuan gombalnya.
“Gula
kali....manis......” Jawab Mitha dengan cueknya.
Hendra
hanya tertawa geli, “Kamu jalannya cepat banget sih.....kamu hansip, ya? Biasa
mengejar maling?”
“Kalau
iya, kenapa?” Mitha tampak tersinggung.
“Maaf,
jangan tersinggung. Cuma bercanda.” Hendra garuk-garuk kepala, “Maksud hati
bercanda biar cepat akrab tapi kamu malah tersinggung.”
“Sebenarnya
aku juga nggak tersinggung. Cuma aku sedang tak selera untuk bicara.” Jawab
Mitha sambil melirik Hendra. Tampan juga dia.........
“Kamu
kuliahnya naik angkot, ya.....” Tanya Hendra lagi.
“Iya......”Jawab
Mitha sambil tersenyum.
“Maaf
ya.....biasanya kamu diantar......kok sekarang nggak diantar lagi?”
“Kok
kamu tahu?” Mitha heran.
“Ya,
tahulah......selama ini aku kan selalu mengamatimu....maaf. Bukan bermaksud
kurang ajar. Cuma kebetulan saja kita masuk pintu gerbang dalam waktu
bersamaan.”Hendra bicara hati-hati.
“Itu
Omku. Nggak enak kalau diantar Om terus. Jadi kuputuskan untuk naik angkot.”
“Bagus.
Kamu mandiri juga, ya......nggak manja....”
“Iyalah......mandi
sendiri, masa minta dimandikan, ya malu......”
Hendra
tertawa terbahak, “Ternyata kamu pinter bercanda juga......”
Mereka
meneruskan jalan menuju ke kelas.
Kensi
memasuki rumahya dengan langkah lesu. Kenapa untuk menunggu hasil lamarannya
harus menunggu seminggu? Padahal Kensi sudah tidak betah di rumah. Dulu saat
masih ada Mitha, ada teman bercanda, berantem juga berdiskusi. Lah
sekarang.....? Adanya ibu tiri yang selalu mencari-cari kesalahannya. Lebih
parahnya lagi. Ayahnya selalu membela ibu tiri. Logikanya sama sekali tidak
jalan. Hidup.....hidup....kok begini jadinya. Orang-orang dengan tabiat ‘yang
suka mencari kesalahan orang’ lebih baik dihindari sejauh mungkin. Tapi
keadaannya saat ini tak memungkinkan untuk menghindarinya, alias hidup mandiri.
“Dari
mana saja, kamu?” Santi berdiri didepan pintu, menghadang langkah Kensi yang
mau masuk.
“Dari
melamar kerja....”Jawab Kensi sambil mendesak masuk.
“Diterima,
nggak?”
“Belum
ada kepastian. Katanya disuruh menunggu seminggu.” Jawab Kensi dari dalam
rumah.
“Kalau
disuruh menunggu satu minggu, itu tandanya ditolak......ditolak secara halus.
Kok nggak paham.....” Kata Santi mengejar Kensi ke dalam rumah.
Malam
hari saat makan malam, Santoso menanyakan perkembangan Kensi.
“Bagaimana?
Kamu sudah melamar kerja?”
“Sudah.
Tapi keputusannya diterima atau ditolak, disuruh menunggu seminggu.”
“Oh....begitu.....sambil
menunggu kamu bisa melamar ke tempat lain....nanti kalau diterima semua, kamu
tinggal pilih salah satu.”
“Itu
kalau diterima semua....kalau ternyata ditolak semua......”Tiba-tiba Santi
nimbrung.
“Ya.....melamar
lagi.....pantang menyerah.” Kata Santoso.
“Tenang
aja....secepatnya aku akan dapat kerja.” Jawab Kensi sambil melirik Santi.
“Oke......kita
buktikan.” Jawab Santi.
“Oke........”Jawab
Kensi mantap.
Santi
berbisik pada Santoso, “Pa...apa nggak sebaiknya Kensi kost aja....”
“Nanti
kalau sudah dapat kerja.” Jawab Santoso.
“Kalau
nunggu dapat kerja, ya bisa nggak dapat-dapat.......”Balas Santi.
“Kalaupun
aku dapat kerja, aku akan tetap tinggal disini. Toh ini rumahku juga.....jangan
harap aku akan pergi dari sini.”Jawab Kensi sambil mengerling Santi. Santi
terlihat sangat tersinggung, sementara Santoso hanya tersenyum simpul.
Seminggu
telah berlalu..........
“Kensi....buka
pintunya sebentar...Papa ingin bicara....” Santoso diikuti Santi mengetuk pintu
kamar Kensi.
“Iya,
Pa......ada apa?” Kensi membuka pintu kamarnya.
“Papa
ingin bicara dengan kamu. Ayo kita ke ruang tengah sebentar....” Santoso
melangkah diikuti Santi dan Kensi.
Mereka
sampai di ruang tengah. Mereka semua duduk.
“Begini
Kensi.....Papa pikir benar juga kata Mama...bahwa sebaiknya kamu kost.” Santoso
bicara berlahan.
“Baik
dari segi apa, Pa...?” Kensi tak mengerti.
“Dari
segi kemandirian. Kalau kost, kamu kan lebih mandiri.” Jawab Santoso lagi.
“Maksudnya
Papa mengusirku?” Kensi berdiri dengan tersinggung.
“Tidak......sama
sekali Papa tak bermaksud mengusirmu...” Jawab Santoso.
“Kalau
nggak mengusir, namanya apa, Pa? Papa menyuruhku kost, itu sama artinya Papa
menyuruhku pergi dari rumah. Berarti mengusir kan, Pa.....Kenapa, Pa...karena
dia? Papa menuruti semua keinginannya tanpa dipikir dulu?” Kensi mulai emosi.
Santoso
menghela napas panjang, “Kenapa kamu selalu mencurigai mamamu?”
“Itu
hal yang paling masuk akal, Pa.....dulu Papa nggak seperti ini. Dulu Papa
sangat menyayangi kami. Tapi semenjak ada dia....Papa berubah 180 derajat.
Gila. Papa bisa dikendalikan manusia bertabiat macam dia? Aneh sekali.....”
“Diam
kamu Kensi.Papa paling tak suka kalau kamu menghina dia. Bagaimanapun juga dia
Mamamu....”Santoso emosi.
“Mama.....macam
apa?” Kensi pergi.
“Mau
kemana, kamu?” tanya Santoso.
“Aku
mau beres-beres. Aku kabulkan permintaan Papa. Dan aku tak kan pulang, kecuali
kalau Mitha di rumah.” Jawab Kensi dari kamarnya.
Santoso
hanya diam sambil menghela napas panjang. Sementara Santi tersenyum penuh
kemenangan.
Sebentar
kemudian, Kensi keluar kamar sambil membawa koper besar.
“Kamu
mau kost sekarang?” tanya Santoso terlihat panik.
“Ya.
Makin cepat makin bagus.” Jawab Kensi sambil berjalan keluar.
“Memang
Papa menyuruhmu kost. Tapi bukan malam ini...Kamu cari kostan dulu, kalau sudah
dapat baru ditempati....Bukan langsung pergi malam ini....” Jawab Santoso.
Kensi
tak memperdulikan perkataan Santoso, dia keluar rumah. Santi berjingkrak secara sembunyi-sembunyi. Santoso
mengejar Kensi keluar. Namun terlambat. Kensi sudah naik taksi. Santoso
terduduk lemas.
“Biarkan
saja Pa.....biar latihan mandiri.....” Kata Santi sambilbergelayut manja.
“Tapi
Kensi kan nggak punya uang....bagaimana nanti bayar kost?” Santoso Khawatir.
“Kata
siapa Kensi nggak punya uang. Tadi siang dia ambil honor dari tulisannya...”
“Benar
begitu?” Santoso tampak lega.
“Benar
Papa....percayalah sama Mama......”
“Tapi
Papa tetap saja khawatir, Ma.....” Kata Santoso lesu.
Kalau
Mama sih, nggak khawatir sama sekali. Malah sangat bahagia ha ha ha. Kata Santi
dalam hati. Santi mengandeng Santoso masuk kamar.
BERSAMBUNG
Belum ada Komentar untuk "SERIBU TAKTIK (Bagian 4)"
Posting Komentar